AHA! Hi readers. Well, di tengah kesibukan dengan tugas-tugas kuliah (I'm not that busy, actually), sekarang gw lagi mencoba untuk menerjemahkan novel gw yang pernah gw tulis tiga tahun yang lalu ke bahasa Inggris. Entah kenapa, sekarang gw lagi demen banget sama cerita yang ditulis dalam bahasa Inggris. Bagi gw, suatu cerita yang ditulis dalam bahasa Indonesia agak terkesan basi, meskipun harus gw akui versi Indonesia dari beberapa buku luar memang diterjemahkan dengan sangat baik sehingga hampir sulit dipercaya itu hasil terjemahan.
Terus, kenapa gw terjemahin? Mungkin banyak readers yang bertanya-tanya tentang hal ini. Sebenarnya ini cuman usaha terakhir untuk menghasilkan buku yang berkualitas, meskipun gw akui prosesnya sangat sulit, karena gw harus menerjemahkan ratusan halaman yang pernah gw tulis dalam bahasa Indonesia dalam bahasa Inggris, but I like it. Kalau nantinya novel gw jadi buku yang berkualitas, gw berharap nanti buku gw akan difilmkan.
Difilmkan? Ya. Akhirnya gw nemu juga passion gw yang dulu milih masuk Jurnalistik. Awalnya gw hanya ingin menulis novel. Namun, sekarang? Gw jadi terobsesi buat bikin film fantasi yang diperankan aktor-aktor terkenal. kalau bisa semua aktor yang berkualitas harus main di film gw. Bukan hanya aktor luar, tapi dalam negeri juga. That's cool, right? Toh ga ada salahnya kan gw berharap bakal jadi kayaq gitu. Ya tinggal tunggu tanggal mainnya aja kapan novel gw yang selesai gw terjemahin ini muncul di toko-toko buku. For some reasons, I'm sure this book will be a bestseller throughout the country, maybe the world :)
Selasa, 28 Desember 2010
Kamis, 16 Desember 2010
It's Nice To Know You
Halo readers, udah lama nih aku ga meng-update blog ini. Sori banget ya, akhir-akhir ini sibuk banget, sih... Okay, that's not an excuse, really, tapi berhubung aku udah di sini, jadi ya sudahlah. Waktunya untuk kembali bercerita.
Well, kali ini, aku pengen cerita tentang sesuatu yang paling indah, menyedihkan, membosankan, mengesalkan, dan me-kan lainnya yang mungkin udah bisa kalian semua tebak. Cinta. Ya elah, cinta lagi? Ya, aku tahu kalian bosan, ribuan cerita tentang cinta bisa kalian dapatkan dengan mudah hanya dengan mendengarkan pembicaraan di sekitar kalian setiap hari. Namun, berhubung udah kepalang, ya udah, aku mulai aja ya ceritaku. Sebagai catatan, ceritaku ini sudah kutulis sendiri menjadi sebuah buku, yang masih berada di ambang batas apakah aku akan menerbitkannya atau kusimpan sendiri.
Aku termasuk orang yang ga gampang jatuh cinta. Di saat cowok-cowok seumuranku udah mulai naksir cewek, aku masih sibuk berkutat dengan Playstation dan game-game RPG yang penuh dengan fantasi. Saat cowok-cowok seumuranku udah pacaran dan putus nyambung beberapa kali, aku baru pernah pacaran satu kali dan belum naksir cewek lagi untuk waktu yang lama, amat sangat teramat lama malah.
Awalnya, satu alasan mengapa aku lebih suka ngelonin Playstation dan game-game RPG adalah karena aku lelah dengan kehidupan nyata. Mungkin karena aku dulunya minder, aku merasa setiap kali main game RPG dengan cerita-ceritanya sendiri, aku jadi larut dalam cerita tersebut dan merasa seakan aku adalah tokoh utama dalam game tersebut. Hal yang sama juga terjadi ketika aku membaca novel. Novel apapun akan membuatku tahan untuk tetap terjaga selama berjam-jam, dan aku hanya berhenti jika mataku lelah atau mulai bosan.
Semua itu terus berlanjut sampai SMA, saat aku untuk pertama kalinya jatuh cinta (sound effect: clapping hands *ga usah dipedulikan, lebay...*). Harus kuakui, aku cukup bodoh mengejar-ngejar seorang cewek yang sama sekali tidak punya feeling kepadaku selama dua setengah tahun. Aku ulangi, dua setengah tahun. Waktu yang bagi sebagian besar cowok sudah cukup untuk putus nyambung minimal tiga kali. Hasilnya tetap nihil, justru berakhir dengan mengenaskan.
Di saat yang sama, aku pernah pacaran dengan teman lamaku yang pindah sekolah. Dia dua tahun lebih tua dariku. Hubungan kami hanya bertahan enam bulan, karena aku pacaran dengannya hanya karena dasar rasa kasihan, dan dia menganggapku cintanya satu-satunya. Ibuku juga tidak mendukung aku untuk pacaran dengan dia, sehingga kami putus dengan tragis.
Akhirnya, di saat aku sedang depresi-depresinya karena belum pernah sakit hati, aku naksir pada cewek lain, cewek yang jelas-jelas tidak akan pernah diterima oleh keluargaku. Dia cewek Jawa yang sama sekali beda ras dengan aku yang Chinese. Sialnya, karena satu kesalahan kecil, dia malah ill feel denganku. Aku mengejarnya sekuat tenaga, dia malah menjauhiku sekuat tenaga. Hasilnya, ya sudah bisa ditebak, aku tidak pernah bisa nyambung dengannya apalagi menyatakan perasaanku padanya.
Ketika aku mulai kuliah, kami berpisah jalan. Dia ke Yogya, aku ke Tangerang. Dalam tahun pertamaku kuliah, aku sempat suka dengan beberapa cewek di kampus. Namun, akhirnya kusadari bahwa perasaanku itu hanyalah suatu pelarian dari kenyataan. Aku pun mencoba menerima kenyataan, tetapi tidak bisa. Fakta bahwa si dia yang semakin dekat dengan "saingan"-ku itu semakin menusuk-nusuk hatiku. Selama kurang lebih tiga tahun, aku menghabiskan malam-malamku untuk memikirkan dirinya, cewek yang ga pernah suka sama aku akibat kesalahanku sendiri.
Setelah beberapa waktu berlalu, aku menyadari satu hal. Dia tidak pernah muncul dalam mimpi-mimpiku lagi. Dia tidak pernah lagi memenuhi kepalaku dengan senyumannya yang menawan setiap kali aku ingin tidur. Dia tidak pernah lagi menyinari kegelapan di hatiku seperti beberapa tahun sebelumnya. Akhirnya aku sampai pada satu kesimpulan yang mutlak: I've forgotten about my feelings to her.
Aneh memang, ketika kita merasa mungkin kita tidak bisa melupakan seseorang, ujung-ujungnya justru kesibukan-kesibukan kita membuat kita lupa sama sekali dengan sakit hati yang kita rasakan. Awalnya, aku mengira luka hati ini akan sembuh jika aku berhasil mendapatkan dia sebagai pasanganku, walaupun orangtuaku melarang. Namun, sekarang aku tahu itu salah. Kita tidak harus mendapatkan soulmate kita untuk menyembuhkan hati kita. Hanya sikap menerima kenyataan-lah yang membuat luka hati kita menyembuhkan diri. And honestly, now I consider her to be one of my best friends, and I don't have any desires left to have her as my girl. Kalau akhirnya aku merasa kangen untuk bertemu dia, dia muncul di kepalaku bersama teman-teman SMA-ku, yang sama-sama kurindukan karena kebersamaan yang telah kami lalui selama tiga tahun. Dia memang masih mendapatkan tempat khusus dalam diriku, tetapi sebagai sahabat, bukan sebagai gebetan.
Sekarang, aku dengan mudah bisa berpindah-pindah hati. Bukan berarti aku suka selingkuh sekarang. Aku belum pacaran lagi, tapi setidaknya sekarang aku bisa bebas memilih cewek mana yang kusukai dan ingin kudekati, bukan karena ingin melarikan diri dari kenyataan karena kehidupan cintaku yang begitu kelam, tetapi karena memang naluri sebagai seorang cowok normal yang tidak terpaku pada bayangan masa lalu.
It feels good to be free from those clutches. I just want to say thanks for you that makes my days beautiful. I still remember those days. Just thinking about you made my heart beat faster and lighten my days, no matter how dark they were.
Dan sekarang, seorang cewek lain muncul begitu saja di depanku, dan entah kenapa, I just feel that I can trust her, and maybe... I like her, just a bit. Memang kami belum pernah ketemu, selama ini hanya bertukar pesan lewat Facebook, chatting, berlanjut ke SMS. At least, it's worth trying. There's nothing wrong in having a hope that one day we'll be together, right? Segala sesuatunya kan dimulai dengan sebuah impian, dan inilah impianku, setidaknya, untuk saat ini. Are you the one? Maybe yes, maybe no. No one knows, but we'll never know 'til we try :)
That's all about my story. Have a Christmas and New Year, readers ^^
Well, kali ini, aku pengen cerita tentang sesuatu yang paling indah, menyedihkan, membosankan, mengesalkan, dan me-kan lainnya yang mungkin udah bisa kalian semua tebak. Cinta. Ya elah, cinta lagi? Ya, aku tahu kalian bosan, ribuan cerita tentang cinta bisa kalian dapatkan dengan mudah hanya dengan mendengarkan pembicaraan di sekitar kalian setiap hari. Namun, berhubung udah kepalang, ya udah, aku mulai aja ya ceritaku. Sebagai catatan, ceritaku ini sudah kutulis sendiri menjadi sebuah buku, yang masih berada di ambang batas apakah aku akan menerbitkannya atau kusimpan sendiri.
Aku termasuk orang yang ga gampang jatuh cinta. Di saat cowok-cowok seumuranku udah mulai naksir cewek, aku masih sibuk berkutat dengan Playstation dan game-game RPG yang penuh dengan fantasi. Saat cowok-cowok seumuranku udah pacaran dan putus nyambung beberapa kali, aku baru pernah pacaran satu kali dan belum naksir cewek lagi untuk waktu yang lama, amat sangat teramat lama malah.
Awalnya, satu alasan mengapa aku lebih suka ngelonin Playstation dan game-game RPG adalah karena aku lelah dengan kehidupan nyata. Mungkin karena aku dulunya minder, aku merasa setiap kali main game RPG dengan cerita-ceritanya sendiri, aku jadi larut dalam cerita tersebut dan merasa seakan aku adalah tokoh utama dalam game tersebut. Hal yang sama juga terjadi ketika aku membaca novel. Novel apapun akan membuatku tahan untuk tetap terjaga selama berjam-jam, dan aku hanya berhenti jika mataku lelah atau mulai bosan.
Semua itu terus berlanjut sampai SMA, saat aku untuk pertama kalinya jatuh cinta (sound effect: clapping hands *ga usah dipedulikan, lebay...*). Harus kuakui, aku cukup bodoh mengejar-ngejar seorang cewek yang sama sekali tidak punya feeling kepadaku selama dua setengah tahun. Aku ulangi, dua setengah tahun. Waktu yang bagi sebagian besar cowok sudah cukup untuk putus nyambung minimal tiga kali. Hasilnya tetap nihil, justru berakhir dengan mengenaskan.
Di saat yang sama, aku pernah pacaran dengan teman lamaku yang pindah sekolah. Dia dua tahun lebih tua dariku. Hubungan kami hanya bertahan enam bulan, karena aku pacaran dengannya hanya karena dasar rasa kasihan, dan dia menganggapku cintanya satu-satunya. Ibuku juga tidak mendukung aku untuk pacaran dengan dia, sehingga kami putus dengan tragis.
Akhirnya, di saat aku sedang depresi-depresinya karena belum pernah sakit hati, aku naksir pada cewek lain, cewek yang jelas-jelas tidak akan pernah diterima oleh keluargaku. Dia cewek Jawa yang sama sekali beda ras dengan aku yang Chinese. Sialnya, karena satu kesalahan kecil, dia malah ill feel denganku. Aku mengejarnya sekuat tenaga, dia malah menjauhiku sekuat tenaga. Hasilnya, ya sudah bisa ditebak, aku tidak pernah bisa nyambung dengannya apalagi menyatakan perasaanku padanya.
Ketika aku mulai kuliah, kami berpisah jalan. Dia ke Yogya, aku ke Tangerang. Dalam tahun pertamaku kuliah, aku sempat suka dengan beberapa cewek di kampus. Namun, akhirnya kusadari bahwa perasaanku itu hanyalah suatu pelarian dari kenyataan. Aku pun mencoba menerima kenyataan, tetapi tidak bisa. Fakta bahwa si dia yang semakin dekat dengan "saingan"-ku itu semakin menusuk-nusuk hatiku. Selama kurang lebih tiga tahun, aku menghabiskan malam-malamku untuk memikirkan dirinya, cewek yang ga pernah suka sama aku akibat kesalahanku sendiri.
Setelah beberapa waktu berlalu, aku menyadari satu hal. Dia tidak pernah muncul dalam mimpi-mimpiku lagi. Dia tidak pernah lagi memenuhi kepalaku dengan senyumannya yang menawan setiap kali aku ingin tidur. Dia tidak pernah lagi menyinari kegelapan di hatiku seperti beberapa tahun sebelumnya. Akhirnya aku sampai pada satu kesimpulan yang mutlak: I've forgotten about my feelings to her.
Aneh memang, ketika kita merasa mungkin kita tidak bisa melupakan seseorang, ujung-ujungnya justru kesibukan-kesibukan kita membuat kita lupa sama sekali dengan sakit hati yang kita rasakan. Awalnya, aku mengira luka hati ini akan sembuh jika aku berhasil mendapatkan dia sebagai pasanganku, walaupun orangtuaku melarang. Namun, sekarang aku tahu itu salah. Kita tidak harus mendapatkan soulmate kita untuk menyembuhkan hati kita. Hanya sikap menerima kenyataan-lah yang membuat luka hati kita menyembuhkan diri. And honestly, now I consider her to be one of my best friends, and I don't have any desires left to have her as my girl. Kalau akhirnya aku merasa kangen untuk bertemu dia, dia muncul di kepalaku bersama teman-teman SMA-ku, yang sama-sama kurindukan karena kebersamaan yang telah kami lalui selama tiga tahun. Dia memang masih mendapatkan tempat khusus dalam diriku, tetapi sebagai sahabat, bukan sebagai gebetan.
Sekarang, aku dengan mudah bisa berpindah-pindah hati. Bukan berarti aku suka selingkuh sekarang. Aku belum pacaran lagi, tapi setidaknya sekarang aku bisa bebas memilih cewek mana yang kusukai dan ingin kudekati, bukan karena ingin melarikan diri dari kenyataan karena kehidupan cintaku yang begitu kelam, tetapi karena memang naluri sebagai seorang cowok normal yang tidak terpaku pada bayangan masa lalu.
It feels good to be free from those clutches. I just want to say thanks for you that makes my days beautiful. I still remember those days. Just thinking about you made my heart beat faster and lighten my days, no matter how dark they were.
Dan sekarang, seorang cewek lain muncul begitu saja di depanku, dan entah kenapa, I just feel that I can trust her, and maybe... I like her, just a bit. Memang kami belum pernah ketemu, selama ini hanya bertukar pesan lewat Facebook, chatting, berlanjut ke SMS. At least, it's worth trying. There's nothing wrong in having a hope that one day we'll be together, right? Segala sesuatunya kan dimulai dengan sebuah impian, dan inilah impianku, setidaknya, untuk saat ini. Are you the one? Maybe yes, maybe no. No one knows, but we'll never know 'til we try :)
That's all about my story. Have a Christmas and New Year, readers ^^
Langganan:
Postingan (Atom)