Pages

Senin, 14 Juni 2010

I Just Wanna Cry Out Loud This Time, Just This Once...

Kali ini aku ingin membahas tentang masalah persahabatan dan cinta. Kayaknya blog ini pas banget dengan namanya, Complexity, karena memang hidupku dan pikiranku begitu kompleks dan penuh warna.

Aku sedang jatuh cinta. Bukan sedang lagi sebenarnya, karena aku sudah menyatakan perasaanku kepadanya. Namun, terbersit dalam pikiranku untuk mengutarakan keenggananku untuk pacaran dengannya, walaupun dia sudah menunjukkan respon positif. Dia memang belum menyatakan kesediaannya untuk memacariku, tetapi di saat seperti inilah pikiranku selalu memikirkan sesuatu yang tidak-tidak dan membuatku depresi mental. Mengapa?

Mungkin ada yang langsung berpikir untuk melucu dan mengataiku seorang homoseksual. Sayangnya, bukan itu jawabannya, wahai orang-orang aneh... Aku normal. Mengapa aku masih menonton video Ariel-Cut Tari dengan begitu semangat kalau aku seorang homoseks?

Oke, out of context. Serius. Sebenarnya alasanku ingin membatalkan pernyataan itu hanyalah satu kata. Takut. Entah sudah berapa kali hidupku diombang-ambingkan oleh cinta (cailah bahasanya...). Aku sudah jatuh cinta berkali-kali, tetapi tidak pernah ada cinta yang benar-benar bisa kuraih. Aku takut si dia akan mengkhianatiku lagi kali ini. Aku takut hubungan kami akan meregang karena kesibukanku (anehnya, aku selalu jatuh cinta dan menginginkan seorang pacar ketika aku sedang hectic, sejak dulu selalu seperti itu). Aku takut aku tidak bisa menjadi pasangan yang baik dan memenuhi permintaannya. Namun, di sisi lain, aku begitu ingin dia terus bersamaku, paling tidak mengabariku segala hal yang terjadi dalam hidupnya lewat SMS atau sekadar telepon, atau apalah.

Namun, aku bingung, aku tidak tahu apakah aku akan selalu ada untuknya di kala dia menginginkanku hadir di sisinya. Jika aku menginginkan dia selalu di sisiku tetapi aku tidak pernah bisa hadir di sisinya, sama saja bohong. Itu berarti aku egois. Aku tidak mau hubungan kami meregang karena masalah seperti itu.

Yang kedua, masalah sahabat. Mungkin orang-orang melihatku sebagai seorang yang biasa saja dan tidak punya masalah. Mungkin punya, tetapi bisa kuatasi tanpa menimbulkan masalah lain. Namun, entah sudah keberapa kalinya aku melukai hati sahabat-sahabatku. Aku orang yang benar-benar egois, dan ketika aku menyadari semua kesalahanku, semuanya sudah terlambat. Hubungan kami tidak pernah seperti dulu lagi.

Setiap kali aku membuka akun Facebook-ku, setiap kali aku melihat post dari sahabat-sahabatku, aku begitu ingin menuliskan comment untuk mereka, hanya untuk berkomunikasi dengan mereka. Namun, aku tidak bisa. Aku takut melakukan kesalahan dan membuat hubungan kami semakin parah. Setiap kali aku melihat post-post itu, hatiku menjerit. Aku terjepit antara rasa sedih yang teramat sangat dan kegembiraan yang luar biasa. Sedih karena aku tidak mampu untuk menggerakkan mouse-ku dan meng-klik kolom comment, kemudian menuliskan apa yang ingin kusampaikan kepada mereka. Gembira karena setidaknya aku masih bisa mengetahui apa yang mereka rasakan sekarang lewat post-post mereka.

Mungkin Florence Littauer benar, orang Koleris tidak terlalu perlu teman. Namun, untuk sekali ini saja, aku begitu ingin bisa berkomunikasi normal lagi dengan mereka. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku begitu menginginkan seorang sahabat. Jika mereka mengatakan bahwa aku bukan teman yang baik, aku sudah berusaha sebaik mungkin untuk menjadi seorang teman yang baik bagi mereka. Kalau usahaku belum cukup, aku akan lebih meningkatkan usahaku lagi kali ini.

Sekarang aku hanya bisa berharap agar Tuhan memberikan aku kekuatan, kekuatan untuk meminta maaf dan berterus terang kepada mereka. Betapa aku membutuhkan mereka untuk berbagi keceriaan dan kesedihan bersama mereka lagi. Sekarang, aku hanya bisa melihat setitik cahaya pengharapan yang memungkinkanku untuk kembali lagi bersama mereka. Maafkan aku, sahabat-sahabatku.

0 komentar:

Posting Komentar