Pages

Minggu, 25 Desember 2011

The End of 2011

Hai readers, kita ketemu lagi. Sebelum mulai, gue mau ngucapin Happy Mother's Day dan Merry Christmas dulu buat readers semua, hehehe. Tidak terasa kita sudah berada di penghujung tahun 2011, ya? Berarti sebentar lagi kita akan memasuki waktu penentuan, penentuan apakah peristiwa yang terjadi dalam film 2012 nyata atau tidak. Yah, banyak-banyak doa, refleksi, dan introspeksi diri aja, deh, ya. Gue yakin gak bakal kiamat, sih, walaupun gue yakin mungkin akan ada bencana besar, tapi gak bakal sampe kiamat lah ya.

22 Desember lalu, gue diajak chat sama adik gue. Bertepatan dengan Hari Ibu, gue kirim SMS ke nyokap gue, yang isinya "Ma, selamat Hari Ibu. You're the best Mom in the world. Semoga Mama selalu diberkati Tuhan". Pendek, ya? Yep, pendek. Gue paling males mau bikin SMS atau pesan BBM yang panjang banget yang penuh dengan emoticon dan simbol-simbol aneh. SMS kayak gitu, menurut gue, kreatif, tapi capek bikinnya. Kalau gue pernah ngirim SMS atau BBM yang penuh emoticon gitu, biasanya hanya karena copy-paste dari teman.

Oke, cukup basa-basinya. Gue chatting sama adik gue via YM. Dia negur gue karena gue jarang ngobrol atau cerita apapun soal kegiatan gue di sini ke nyokap gue atau ke dia, yang bikin dia ngebet banget pengen nabung buat beli BlackBerry Torch. Yah, terserah dia sih mau beli hape apapun juga, bukan urusan gue. Tapi teguran dia bikin gue berasa terbang ke masa-masa ketika gue masih SD.

Nyokap gue single parent sejak gue kelas 2 SD. Gue, nyokap, dan dua adik gue yang masih kecil banget harus tinggal di rumah kakek dari pihak bokap yang konon udah penuh sesak. Kakak dan adik almarhum bokap gue banyak yang nikah tanpa bisa beli rumah atau ngontrak rumah sendiri, karena itulah mereka masih tinggal sama istri/suami dan anak-anak mereka di sana. Hanya sedikit yang udah cukup mapan dan memilih untuk tinggal di rumah sendiri, seperti almarhum bokap gue. Tapi, dengan nggak adanya bokap, rumah gue pun dikontrakkan, dan nyokap berjuang sendiri membesarkan ketiga anaknya ini sampai gue bisa kuliah kayak sekarang.

Gue sangat jarang ngobrol santai dengan nyokap sejak gue kecil. Nyokap sibuk kerja, baik mencari nafkah maupun kerjaan rumah tangga lainnya. Obrolan yang gue lakuin sama nyokap gue biasanya hanya seputar "Ma, ada kerja kelompok di rumah si A", "Ma, besok ada praktikum, aku ditugasin buat bawa ini, ini, sama ini", "Ma, nanti sore aku mau jalan-jalan sama si B ke mal", dan lain sebagainya. Nggak pernah sekalipun gue cerita tentang kesukaan gue, hobi gue, atau kehidupan pribadi gue yang notabene hampir tidak pernah diketahui oleh nyokap.

Yang diketahui oleh nyokap hanyalah gue adalah orang yang seringkali ambisius, serius, pendiam, kuper, doyan game, agama Katolik, dan hal-hal lain yang mirip dengan pengetahuan orang-orang lain di luar tentang diri gue. Setelah gue pikir-pikir, memang sampai sekarang pun gue sangat jarang membuka diri dan bercerita panjang lebar soal kegiatan gue di sini sama nyokap. Alasannya simpel, gue nggak biasa buat cerita, dan nyokap sampai sekarang pun masih sibuk dengan berbagai kerjaan.

Setelah nyokap punya pacar lagi, kesibukan nyokap berkurang sedikit. Setidaknya, nyokap jadi lebih bisa fokus ke kerjaan rumah tangga, walaupun dia masih sibuk buat nyari duit tambahan dari kerjaan halal apa pun yang bisa dia lakuin. Namun, walaupun nyokap udah sedikit lebih santai, gue nggak pernah kepikiran buat cerita apapun soal kegiatan gue yang sekarang lebih banyak ngabisin waktu di Serpong dan Jakarta ini.

Nyokap nggak tahu kalau gue suka banget sama yang namanya aksesoris. Saking sukanya, gue pernah sembunyi-sembunyi beli kalung perak di mal sampai akhirnya kepergok sama adik gue dan dia lapor ke nyokap. Baru akhir-akhir ini nyokap mulai tahu kalau gue mulai memperhatikan penampilan dengan rutin fitness dan mulai terang-terangan browsing aksesoris di mana-mana. Nyokap nggak tahu kalau gue masih memegang erat impian gue buat jadi pemusik, karena dia nggak pernah tahu gue suka nyanyi-nyanyi di jalan kalau gue pake motor ke mana-mana dengan full helmet, atau masih berusaha ngedengerin musik dari lagu-lagu yang gue putar di hape Sony Ericsson gue yang udah butut pake handsfree dengan saksama.

Nyokap gak tahu kalau gue udah berapa kali crush sama cewek selama gue kuliah, tapi nggak pernah benar-benar pacaran seperti waktu gue SMA. Baru liburan kemarin dia nanya-nanya ke gue apa gue pernah ketemu cewek cantik atau menarik di kampus (dan gue akan merespon dengan "cewek cantik sih sering ketemu, cuma gak ada yang pas"). Nyokap gak tahu kalau gue kepingin banget punya kamera saku (atau kalau memungkinkan, DSLR). Walaupun gue bukan seorang yang fotogenik maupun demen sama fotografi, tapi gue pengen punya kamera yang resolusinya lebih tinggi daripada kamera BlackBerry gue yang cuma 2 MP.

Terakhir, nyokap nggak pernah tahu gue terus mengatur pengeluaran setiap harinya dan berusaha menabung untuk membeli barang-barang mahal yang gue mau. Dia nggak tahu kegiatan-kegiatan gue selain kuliah (dan skripsian untuk tahun ini). Dia nggak tahu gue masih demen banget nulis dan rajin nge-blog sampai sekarang.

Mungkin kalau teman-teman gue baca post ini, mereka bakal mikir, "Gila lo, Wen, nyokap lo gak pernah lo kasi tahu apa-apa soal suka-dukanya kehidupan lo. Dia kan satu-satunya ortu lo sekarang. Kenapa sih nggak jujur aja?" Alasannya sebenarnya cukup simpel, tapi nggak banyak yang bisa ngerti alasannya ini. Gue nggak mau ngerepotin nyokap. Nyokap gue udah cukup sibuk dengan mengurus kedua adik gue yang masih sekolah dan ngurusin keuangan keluarga gue. Udah cukup adik-adik gue yang cerita masalah kehidupan mereka ke nyokap gue, nggak perlu ditambah gue cerita soal PDKT, fashion, kuliah, dan lain sebagainya.

Gue sampai sekarang merasa fine-fine aja sama rutinitas gue. Kalaupun ada masalah, I can handle them by myself. Kalau nggak bisa gue selesaikan sendiri, ya gue cari bantuan dari sahabat-sahabat gue, sederhana kan? Gue nggak pernah kepikiran buat sampai telepon atau SMS nyokap "Ma, aku lagi stres, skripsi ribet banget". Bukan gue banget. Teman-teman gue bisa bilang gue orangnya introvert, gak gaul, terserah lah. Menurut gue, urusan gue adalah urusan gue, gue nggak perlu melibatkan nyokap ke dalam kegalauan gue setiap malam, atau cerita soal debat gue di forum-forum yang gue ikutin, gak penting (buat nyokap gue).

Kalau gue ada masalah, sahabat-sahabat gue selalu ada buat gue, dan gue merasa lebih nyaman cerita sama mereka. Seandainya bokap gue masih ada, mungkin gue akan cerita ke nyokap masalah-masalah gue, tapi kan kenyataannya sekarang nggak seperti itu. Gue berusaha untuk selalu jujur kok sama nyokap, meskipun untuk beberapa hal gue harus bohong. Di sini, maksud gue adalah bohong yang baik. Gue selalu berusaha supaya nyokap gak pernah khawatir dengan keadaan gue di mana pun gue berada. Mungkin, suatu hari nanti, kalau gue di-opname di rumah sakit, gue pun nggak akan memberi tahu nyokap keadaan gue selama gue masih bisa mengatasinya sendiri.

Walaupun gue tahu, mungkin nyokap selalu khawatir dan penasaran dengan keadaan gue yang jauh dari dia, tapi gue tahu, gimana pun caranya, nyokap pasti tahu gue baik-baik aja. Entah dengan mengontak sahabat-sahabat gue, atau melalui nalurinya, atau cara-cara lainnya. Selama dia tahu gue baik-baik aja, nggak ada alasan bagi gue buat bikin dia khawatir, dan itulah satu-satunya cara gue buat ngebalas semua yang udah dia lakuin buat gue dan kedua adik gue sampai sekarang. Koreksi, mungkin itu satu-satunya cara yang bisa gue lakuin sekarang. Sederhana dan mudah buat gue yang notabene sejak kecil memang secara psikologis jauh dari nyokap.

Meskipun demikian, gue tahu kok gimana nyokap selalu khawatir tentang diri gue. Dia nanya soal susu protein yang sering gue konsumsi akhir-akhir ini karena fitness, gimana efeknya, berapa harganya, dan sebagainya. Dia nanya gimana keadaan gue di Samarinda bulan lalu ketika gue dikirim ke sana sebagai volunteer Science Film Festival Indonesia 2011. Dia nanya sulit tidaknya mata kuliah gue setiap semester (yang jawabannya bisa sangat relatif). Sebaliknya, akhir-akhir ini, gue sering nanya ke dia soal ngilu di kaki kirinya yang pernah dioperasi, lancar tidaknya kerjaan dia di sana, hubungannya sama pacarnya, keadaan adik-adik gue, dan lain sebagainya. Walaupun jauh secara psikologis, setidaknya kami masih bisa menjalani hubungan layaknya ibu-anak yang normal, dan itulah yang gue butuhkan, tidak kurang, tidak lebih.

Harapan gue untuk tahun depan sebenarnya nggak muluk-muluk amat. Gue akan mencoba mendaftarkan diri di pre-audisi L-Men of the Year 2012. Semoga bisa lulus audisi dan jika memang takdir mengizinkan, gue kepingin gue menang. Gue berharap skripsi gue bisa selesai setidaknya dalam satu semester ke depan, dan magang gue berjalan lancar, sehingga gue bisa lulus dalam waktu normal (4 tahun) dan dapat kerjaan bagus, seperti yang diinginkan oleh nyokap. Easy to say, difficult to reach, but not impossible. Doain ya readers, semoga semuanya berjalan sesuai rencana. Mungkin segini dulu aja. Sekali lagi, Merry Christmas, guys, see you at 2012 :)

0 komentar:

Posting Komentar