Pages

Kamis, 12 April 2012

Update In Centuries

Hola guys. Gila, udah 4 bulan gue gak nge-blog. Sebentar ya gue mau ngepel-ngepel dulu.

Oke, memasuki tahun 2012 ini, gue punya banyak cerita (aduh, kapan sih lo gak punya banyak cerita, Wen). However, gue bakal singkat aja deh. Mengingat udah 4 bulan gak gue update nih blog dan cerita yang kepingin gue post banyak banget, ya udah, gue filter deh cerita-ceritanya.

Gue udah selesai magang di Tribun Pontianak. Well, ceritanya sih sekalian pulkam. Gak terasa, 2 bulan magang itu bentar banget. Seru juga sih, jadinya ilmu-ilmu jurnalistik gue benar-benar kepakai di magang ini. Gue tiap hari keliling kota buat nyari berita. Capek, tapi seru. Dan gue jadinya tahu isu ini itu di Pontianak dan sekitarnya. Pokoknya asyik punya deh.

Di sela-sela magang, gue sempat ikut pra-audisi LOTY 2012. Gue gak lolos seleksi pertama. Jelas sih, soalnya gue emang pas lagi kurang fit, jadi ya gitu deh... Tapi gue senang koq, walaupun cuman modal nekad dan keyakinan doang, gue tetap bisa tampil sebisa gue. Overally, all my hard work was paid off, and I'm gonna try again next year.

Di akhir tahun 2011 lalu, buku My Stupid Boss 4 bisa dibeli di toko-toko buku. Gak tahu apa itu My Stupid Boss? My Stupid Boss adalah buku tentang curahan hati seorang karyawati di negeri jiran dalam menghadapi ke-absurd-an dan kebodohan atasannya. Bukunya itu jenis buku gokil, jadi kalau lo pada baca, jangan heran kalau habis itu kram wajah, soalnya curhatannya ngocol abis. Tapi, yang kepingin gue bahas bukan kegokilan buku tersebut, tapi bagian akhir dari My Stupid Boss 4 yang bikin gue terenyuh banget bacanya.

Chaos@Work, penulis My Stupid Boss (yep, dia pakai nama samaran, dan sampai sekarang sang admin malang ini masih belum berniat membocorkan identitasnya) mengatakan bahwa dia sesungguhnya gak minat dan gak bakat dalam dunia tulis-menulis. Awalnya, dia hanya mencurahkan kefrustrasiannya terhadap tingkah laku boss-nya yang tidak masuk akan ke dalam blog. Hasilnya malah melebihi dugaannya. Begitu dibukukan, malah banyak yang suka.

Dia juga mengatakan bahwa keinginannya untuk menulis hanya semata-mata berasal dari passion-nya, yaitu membaca. Ke mana pun dia pergi, dia selalu bawa buku, koran, atau apapun yang bisa dia baca. Lama-kelamaan, dia mencoba untuk menulis, dan hasilnya luar biasa. Dengan gaya menulisnya yang mengubah rasa frustrasi menjadi humor, dia berhasil membuat ribuan, bahkan mungkin jutaan pembacanya terbahak.

Di akhir bukunya yang ke-4 itu, dia juga berpesan, bahwa apapun yang kita kerjakan, selama itu dilakukan dengan passion dan full heart, maka semua itu akan berhasil. Di sinilah yang bikin gue terenyuh. Gue selama ini selalu ragu dengan passion gue. Gue punya passion, tetapi nggak pernah full heart, karena terus mempertimbangkan pendapat kiri kanan. Ketika gue menutup buku My Stupid Boss 4, gue kembali berpikir, mungkin gue hanya perlu bertahan sedikit lebih lama lagi, dan terus memegang passion gue.

Ya, seperti yang bisa diduga readers sekalian, passion gue nggak pernah diterima dan di-approve sama keluarga gue. Awalnya, ketika gue mulai magang, gue udah mau nyerah sama passion gue karena nggak pernah ada hasilnya. Kalaupun ada, ya seiprit-iprit. Namun, karena Chaos@Work, gue kembali berpikir, mungkin memang memegang passion erat-erat itu nggak pernah salah. Yang perlu kita lakukan hanya bertahan lebih lama daripada orang lain yang juga memiliki passion yang sama.

Buat readers yang baca post ini, gue recommend banget buat baca semua buku My Stupid Boss. At least, you can laugh while rethink about what've you done so far in your life, and try to fight to give a meaning to your life. Buat Chaos@Work, walaupun kita gak kenal, gue kepingin ngucapin thanks a lot karena udah "nambahin bensin" ke api gue yang hampir padam. Ya, gitu lah pokoknya. Even if you don't want to continue My Stupid Boss series, I'll eagerly wait for your next book.

Sampai di sini dulu ceritanya readers. Tenang aja, gue bakal lebih sering update nanti, tentunya kalau ada cerita seru lainnya. See you :)

0 komentar:

Posting Komentar