Pages

Senin, 31 Mei 2010

Keep On Fighting

Sebentar lagi UAS, tetapi aku masih senang-senang aja dengan rutinitasku yang berjubel-jubel. Banyak yang kulakukan akhir-akhir ini. ampir setiap malam aku terlelap pukul satu pagi dan bangun pukul tujuh. Untuk orang normal, kegiatan ini akan "membunuh" mereka dalam waktu singkat. Aku sih tahan-tahan aja, karena ada suplemen di rumah yang selalu kukonsumsi sebelum tidur untuk menambah energi. Nggak ada efek sampingnya lho. Mau coba? Harganya Rp366.000 per botol, kalo mau beli per kapsul harganya Rp10.000 per 4 kapsul. Nama suplemennya Renuves Capsules (koq jadi promosi ya?)

Kenapa ya aku bisa tahan kerja keras seperti itu? Sebenarnya jika kupikir-pikir lagi, bukan aku yang hebat, tetapi ada sesuatu yang membuatku terus melakukan hal tersebut tanpa berhenti, sesuatu yang membuatku terus berjuang untuk mewujudkannya, sesuatu yang biasanya terlupakan oleh masyarakat Indonesia karena sistem pendidikannya yang kacau-balau. IMPIAN.

Impian terbesarku adalah bisa terus bersama keluargaku tercinta di Pontianak. Karena itu, aku akan melakukan apa saja untuk mewujudkan hal itu, bahkan terkadang aku sampai mengorbankan akal sehatku dan mengabaikan kuliahku. Meskipun demikian, nilai-nilai kuliahku masih di atas rata-rata. Jadi, selama tubuhku mampu menjalani kedua hal tersebut, aku sih fine-fine aja.

Pernah sekali aku bertengkar hebat dengan sahabatku di kampus karena soal kerja kelompok. Emosiku memang gampang meluap-luap, dan kesalahan terbesarku yang sekarang sudah sangat kutekan sedemikian rupa adalah menuliskan segalanya di Facebook. Jika orang-orang umumnya melampiaskan emosinya dengan tindakan yang merusak, aku justru melampiaskannya lewat tulisan.

Celakanya, tulisan-tulisanku kerapkali membuat sahabat-sahabatku tersinggung dan membuat hubungan kami jadi renggang. Padahal, menurutku, tulisan-tulisanku itu sangat normal. Facebook adalah jejaring sosial. Memang sih, akan menjadi masalah jika tulisanku menyinggung pihak yang merasa, tetapi menurutku sah-sah saja menumpahkan semua emosiku ke sana kan? Aku hanya lupa mengatur privacy setting-nya saja, dan anehnya sahabatku itu mengatur agar semua status yang ku-post di Facebook akan masuk ke HP-nya dalam bentuk SMS. Dasar aneh... Ke mana privasiku???

Oke, serius, karena statusku itu jadi masalah sampai kami adu teriak di kelas, akhirnya aku minta maaf dan men-delete status itu dari Facebook-ku. Aku mencoba melihat masalah ini dari perspektif sahabat-sahabatku dan memang di mata mereka, akulah yang salah. Mungkin memang aku terlalu fanatik dalam mengejar impianku, meskipun menurutku normal-normal saja.

Sebelum aku men-delete post statusku itu, aku sempat membaca beberapa comment yang tidak mengenakkan dari teman-temanku, dan yang membuatku sebal setengah mati adalah ada yang mengatakan "Fighting for your so-high-called dreams". Memang aneh, kebanyakan orang menginginkan sesuatu yang begitu besar, tetapi takut untuk mewujudkannya, karena semakin tinggi suatu impian, ketika Anda gagal/jatuh, sakit yang Anda rasakan akan semakin besar.

Barusan juga ada temanku yang mengatakan bahwa penghasilan utamaku tidak harus berasal dari bisnis MLM yang sedang kujalani ini. Nah, masalahnya, walaupun sekarang penghasilanku belum bisa dikatakan besar dari bisnis MLM, tetapi temanku itu tidak bisa menjawab ketika aku meminta rekomendasi beberapa pekerjaan yang bisa membantuku mengisi waktu luangku.

Aku tahu bakatku ada di bidang apa saja, dan aku tahu betul apa yang kulakukan. Sebenarnya sih, I am me. Apapun yang kulakukan sekarang itu semua adalah keinginanku. Mereka memang berhak untuk memberi kritikan, dan aku terima semua kritikan itu dengan senang hati. Terkadang aku pun mengaplikasikannya dengan caraku sendiri, dan tentunya caraku itu tidak sepenuhnya dimengerti oleh orang lain.

Mereka tidak merasakan seberapa kerasnya hidupku. Mereka tidak tahu bagaimana kerasnya aku dididik oleh Ibuku yang single parent sejak 1997. Aku selalu dicemooh dan dianggap tidak bisa apa-apa oleh keluargaku karena pribadiku yang pendiam setengah mati. Begitu gilirannya aku mengutarakan pendapatku, banyak orang yang tidak suka karena terkesan kasar, walaupun pendapatku itu benar adanya dan ujung-ujungnya toh mereka setuju juga.

Lalu, mengapa aku begitu getol menjalankan bisnis ini? Padahal, bagi sebagian besar orang Indonesia, MLM itu adalah bisnis yang tidak jelas. Memang tidak jelas, jika kita memandangnya sebagai sesuatu yang tidak jelas. Menurutku sih, justru pekerjaan di luar sanalah yang tidak jelas. Aku pernah bekerja sebagai operator warnet milik sepupuku, dan apa yang kudapat? Aku tidak melihat suatu masa depan yang menjanjikan, karena itulah aku memberontak dan quit dari pekerjaan itu.

Sebenarnya, seperti kataku tadi, aku ingin terus bersama keluargaku. Aku tidak mau hal yang sama yang terjadi padaku di masa kecil terjadi juga pada anak-anakku nanti. Mungkin orang akan berpikir, "Cape deh, lu mau makan aja masih nyariin warteg-warteg yang murah, gimana mau sukses nantinya?" Namun, lebih baik berpikir jauh ke depan, karena dengan berpikir jauh ke depan (menurutku), kita sudah melakukan suatu afirmasi, dan dari afirmasi itulah kita akan berusaha mewujudkan masa depan yang masih bayang-bayang itu menjadi kenyataan.

Aku bukan mencari materi. Aku juga bukan mencari penghargaan. Yang kuinginkan hanyalah terus mempertahankan senyum dari Ibu dan adik-adikku. Kedengarannya klise. Memang, tetapi tidak ada salahnya untuk terus diperjuangkan, bukan? Semua hal di dunia ini datang dan pergi, tetapi ada satu hal yang tidak akan pernah bisa kita dapatkan kembali, yaitu waktu.

Aku tidak tahu kapan terakhir kali aku bisa melihat senyum dari keluargaku, karena itulah aku habis-habisan di bisnis MLM ini. Demi merekalah aku rela berjuang setiap hari dan begadang semalaman hanya untuk bertemu dengan komunitas yang terus mendukungku untuk menjalankan bisnis ini. Mereka peduli dengan masa depanku, tetapi akulah yang harus mewujudkannya. Mereka hanya berperan sebagai pendukung dalam usaha-usahaku. Jika aku menanyakan tentang masa depanku di warnet kepada sepupuku itu, aku yakin dia tidak akan bisa menjawab, atau setidaknya memberikan gambaran masa depan yang benar-benar dapat terwujud 1-2 tahun ke depan.

Aku tidak menghina pekerjaan selain distributor MLM, tetapi aku realistis. Untuk apa memperjuangkan suatu pekerjaan dengan gengsi tinggi tetapi bergaji kecil daripada sebuah pekerjaan--yang menurut kebanyakan orang adalah pekerjaan yang hina--dengan perhasilan ratusan juta? Zaman sekarang, orang itu bekerja demi penghasilan. Untuk apa gengsi-gengsian? Memangnya gengsi bisa menghidupkan kembali orang-orang yang kita cintai ketika mereka sudah tiada?

0 komentar:

Posting Komentar