Pages

Kamis, 26 April 2012

Penggalauan

I don't really plan on posting this, actually, but, oh, well, banyak kejadian akhir-akhir ini bikin gue berpikir dan menggalaukan hati.

Bicara soal galau, sebenarnya galau ini bisa dalam konteks apa saja, entah galau karena bingungnya mengambil suatu keputusan, galau karena pekerjaan yang bikin dilema (misalnya galau skripsi yang menjangkit mahasiswa semester 7-8 di kampus gue sekarang), dan yang paling umum terjadi adalah galau cinta. Sepertinya galau ini menjadi suatu tren tersendiri di Indonesia dalam satu tahun terakhir, terutama di Twitter. Ketika waktu menunjukkan pukul 12 malam, saat itulah linimasa Twitter dipenuhi oleh kegalauan yang menyesakkan dari Tweeps Indonesia.

Cinta adalah hal yang sangat sulit dimengerti. Kalau kata gue sih, cinta itu adalah saat di mana lo merasa tertarik dengan seseorang, bukan karena hal yang dimiliki oleh orang itu. Rasa tertarik itu muncul tanpa ada suatu alasan khusus. Intinya, lo suka sama dia, apa adanya, gak peduli dia buta, cacat, atau muka rata, pokoknya lo tertarik sama dia. Simpel. However, the struggle of love is much more complicated than that.

Ketika kita merasa tertarik dengan lawan jenis, kita seolah kehilangan akal. Kita akan melakukan apapun yang dia ingin lihat dari diri kita. Kita mengikuti semua hobinya. Kita bahkan mengabaikan batas-batas fisik dan mental dari tubuh kita. Sehebat itulah kekuatan cinta. Ya, gue juga pernah ngalamin kayak gitu. That's really normal.

Ketika dia mulai menerima kita dan lebih sering menghabiskan waktu bersama kita, saat itulah mungkin kita bisa menganggap diri kita berada dalam tahap pacaran. Seringnya menghabiskan waktu bersama--tak bisa dipungkiri--tentu membuat kita bosan. Di tahap tertentu, rutinitas yang sama dan berulang setiap harinya tentu akan membuat kita jenuh. Again, this is normal.

Karena bosan, sedikit saja kesalahan bisa bikin kita bete seharian sama pacar kita. Kita mulai sering bertengkar dengan pasangan hanya karena hal-hal yang remeh. Perang dingin pun dimulai. Setelah beberapa lama, tahap toleransi pun dimulai. Kita mencoba memperbaiki pandangan kita dan berusaha menoleransi kesalahan-kesalahan di masa lalu, dengan harapan bisa bikin hubungan kembali seperti semula.

Seandainya toleransi ini berhasil, hubungan cinta kita akan semakin erat. However, what'll happen if the tolerance doesn't work? Mungkin kita bakal terus bertengkar, dan ujung-ujungnya, saling bentak, marah-marahan, dan putus.

Seperti kata Raditya Dika dalam Manusia Setengah Salmon, urusan pindah hati mirip seperti urusan pindah rumah. Kita pindah rumah karena merasa rumah yang kita tinggali selama ini sudah terlalu sempit, tidak cocok, tidak nyaman, dan alasan-alasan lainnya. Kita putus dari pacar karena merasa kita udah gak cocok, udah gak nyaman, dll.

Ketika kita merasa gak nyaman dan gak cocok dengan pasangan kita, seringkali kita berusaha melakukan perubahan, entah perubahan pola pikir, perubahan rutinitas dengan si dia, dan lain sebagainya. Seperti yang gue sebut di atas, seandainya toleransi ini berhasil, that's good. Namun, kenyataannya, kebanyakan tahap toleransi ini tidak berhasil, terutama di kalangan ABG dan remaja yang beranjak dewasa.

Change is actually a good thing, so that we can adjust ourselves to the new situation and condition. However, when people demand us to change, but can't keep up with our change, that's when I begin wondering. If breaking up is always the only way, why bother changing?

Dan di sinilah kegalauan itu terjadi. Kita berpikir, "Gue udah berusaha untuk menjadi baik menurut dia. Gue udah berjuang ngurangin kesalahan-kesalahan gue. Gue berusaha menerima semua dari dirinya. Tapi kenapa akhirnya tetap begini? Yang salah gue, atau dia? Sekarang dia lagi apa, ya? Waktu kita masih pacaran, jam segini biasanya kita nonton bareng, jalan bareng, teleponan... Rasanya hampa banget gak ada dia..."

Saat gue menulis ini, gue masih berpikir. Orang yang pernah pacaran aja galaunya sampai sebegitunya, gimana dengan orang yang cintanya terus bertepuk sebelah tangan, ya?

Serpong, 26 April 2012, 21.45

0 komentar:

Posting Komentar